Laman

Kamis, 15 Juni 2017

Hanya Analogi

Gulir jarum jam telah berputar tak kunjung henti sejak sosoknya pergi. Entah sudah berapa senja yang aku lewati dengan hanya menatap sketsa wajahnya. Sangat tidak adil rasanya, ahh mungkin hanya bagiku. Sangat tidak mungkin aku lakukan semua ini, yang hadir ini bukanlah sebuah khayalan namun sebuah rasa yang tidak lagi aku terima. Ohhh, malam ini pun aku mulai tak menentu. Mengingatkanku pada malam saat ku tergila-gila olehnya, dulu.
Sebut saja sebuah hal yang sangat baku tetapi tidak ada ujungnya. Menari dan menari jariku pada tuts yang berisi huruf. Menceritakan ia yang aku tak tahu seperti apa sekarang wujudnya. Jangan! Jangan pernah bahas itu.
Aku kosong. Ya, bukan karna tanpanya, tapi aku terasa kosong. Rutinitas seperti siklus berputar terus tak henti, tapi kosong. Tanpa rasa, apalagi asa. Kadang membuatku ingin menyusulnya, hahaha.. pemikiran yang aneh bukan.
Mencari aku yang sempat berada di ujung atas lingkaran, mungkin sosoknya telah pergi bersama dengan rasa yang mati setelah malam lepas dari pelukan. Habiskan waktu luntang lantung di ruang persegi selama sisa masa non-aktif. Lantangan suaraku yang biasa teradu dengan gesekan otak dari berpuluh kepala kini terganti dengan lirik gingseng penuh kepalsuan. Celetukan pencerah kini tak lagi ada, hanya tinggal desahan kebodohan.
Bercermin pada kaca terasa seperti berkaca pada air keruh. Tak nampak sosok, aku tak kenal. Karakter lalu terganti bentuk abstrak, absurd. Mencoba menggali, percuma. Tak ada alat bantu, tanah sudah dicor beton.

Siapapun pembaca rangkaian kata ini, “hey! Kamu sedang tertipu” mengertilah kalimat itu atau enyah saja matikan kotak bersinarmu. Bingung? Wajar saja. Ini memang bukan untuk dimengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar